Air adalah sumber kehidupan, lalu bagaimana jika air menjadi sumber bencana? Siapa yang hendak disalahkan? Pasti jawabannya adalah manusia itu sendiri. Air harusnya bukanlah menjadi kendala jika bisa mengelolanya. Sesungguhnya kita pasti memerlukan air untuk kehidupan, sampai ada istilah di mana ada air di situ ada kehidupan. Lalu apa yang terjadi jika kita tidak bisa mengelola air? Jawabannya satu, banjir!
Indonesia, di musim kemarau kekeringan, di musim hujan kebanjiran. Hutan yang ditebang sembarangan dan pembuangan sampah yang semena-mena membuat banjir beserta longsor betah mampir di Indonesia, khususnya Jakarta sebagai Ibukota. Kurangnya kesadaran warga dan perhatian pemerintah khususnya selalu menjadi alasan utama. Saya rasa poinnya adalah kemauan segenap warga dan pemerintah saja yang kurang untuk bersama bekerjasama mengatasi banjir.
Jakarta, ibukota Negara Indonesia yang selalu dilanda banjir tiap tahun kini untuk kesekian kalinya harus mengulangi lagi kejadian yang sama. Hujan yang terus-terusan beberapa hari ini sudah menyebabkan beberapa daerah di Jakarta yang rawan banjir sudah mengalami banjir. Padahal hujan yang deras baru terjadi beberapa hari di awal musim hujan, bisa diterka bahwa 2/3 Jakarta terendam air di musim hujan bisa terulangi lagi.
Jakarta sebagai Ibukota Negara yang menjadi contoh keadaan Indonesia, pastinya menjadi pusat tolak ukur gambaran Indonesia secara menyeluruh bagi Negara luar. Sayang sekali, tahun ini kita masih mempertontonkan hal yang tidak bisa dibanggakan. Ibarat pepatah mengatakan “keledai tidak akan jatuh di lubang yang sama”, lalu kita itu apa? Dianggap apa kita sama dunia?
Seperti biasa, ketika banjir datang, barulah masalah kanal banjir barat dan timur di bahas. Rencana lama yang sampai sekarang itu belum selesai juga, masih dianggap sebagai solusi, andaikata kanal banjir barat dan timur selesai. Sebenarnya solusi banjir di Jakarta sudah dibuat dari tahun 1977 dan plan master rencana tersebut disimpan oleh Departemen Pekerjaan Umum, tetapi entah kenapa sampai sekarang belum dikerjakan hingga akhirnya rencana lama itu sudah tidak bisa dikerjakan lagi di masa sekarang karena tempat rencana pembangunan sudah padat dihuni oleh penduduk, jika masih memaksakan memakai rencana lama pasti biaya pembebasan tanah akan sangat tinggi.
Banjir yang terjadi tiap tahun, secara tidak langsung menjadi bukti bahwa Pemerintah Indonesia tidak bisa mengelola air dengan baik. Itu adalah sebagian bukti keroposnya pemerintahan Indonesia yang hampir 90 % karena korupsi. Jika Pemerintah Indonesia tidak segera intropeksi diri maka tidak aneh jika banyak daerah di Indonesia ingin memisahkan diri dari Indonesia. Sebenarnya tidak tegasnya peraturan Pemerintah adalah menjadi dasar masalah-masalah yang terjadi di Indonesia, yang ujung-ujungnya memancing separatisme.
Di masa ini, sudah banyak masyarakat Indonesia yang pintar, tetapi banyak dari mereka yang pesimis mengatakan bahwa Jakarta tidak mungkin tidak banjir. Mereka sudah mempunyai spekulasi-spekulasi yang seakan menutup harapan bagi Jakarta yang bebas banjir.
Banjir yang terjadi di Jakarta bukanlah tugas Gubernur Jakarta saja, tetapi pemerintah pusat juga. Banjir yang selalu mengganggu aktifitas ibukota yang padat tidaklah harus ditolerir lagi. Sungguhpun tidak ada yang mustahil di bumi ini jika kita punya mau.
Masyarakat pun sudah banyak yang mulai pintar dan mengenal politik. Mereka mulai menuntut solusi bukan bantuan. “Bantuan adalah pembodohan, kami butuh solusi” itulah teriakan salah satu warga Kampung Melayu, Jakarta yang menjadi tempat langganan banjir. Sering terlintas di benak saya pertanyaan “kenapa yang tinggal di tempat rawan banjir betah bertahun-tahun hidup di situ?”. Jawabannya banyak dan beragam, padatnya ibukota salah satunya, sehingga sulit mencari tempat tinggal baru.
Banjir yang selama ini memakan kerugian yang tidak sedikit tentunya harus menjadi pelajaran dan diambil tindakan yang tegas demi kebaikan bersama. Misalnya dibangun kanal-kanal. Masalah pembebasan tanah untuk pembangunan kanal bisa diselesaikan dengan turunnya peraturan pemerintah yang mengharuskan warga yang ingin tinggal di Jakarta tinggal di Apartemen, sehingga kompleks perumahan tidak lagi berbentuk horizontal tetapi menjadi vertikal. Bisa juga didukung dengan rencana apartemen murah bagi warga yang memiliki pendapatan di bawah 4,5 juta. Tentu saja rencana ini akan disambut gembira bagi warga yang menyadari keuntungan tinggal di apartemen.
Rencana-rencana di atas hanya bisa terwujud jika pemerintah dan segenap warga mendukung. Akan tetapi walaupun warga tidak mendukung, tetapi pemerintah setuju, warga bisa diberi penjelasan alasan pembangunan kanal. Saya pribadi optimis bahwa Jakarta kelak tidak akan banjir lagi.
Senin, 12 November 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar